
Bali, Siagakota.net- Kecelakaan tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya pada Kamis dini hari menambah panjang daftar kasus kapal tenggelam di Selat Bali. Evaluasi keselamatan penyeberangan menyeluruh dibutuhkan, termasuk memperbaiki sistem tanggap darurat di pelabuhan.
Siagakota.net mencatat rentetan kasus kapal tenggelam di Selat Bali mulai tahun 1980-an. Pelajaran dipetik dari seluruh kasus tersebut, keselamatan transportasi di Tanah Air harus terus ditingkatkan.
Kecelakaan kapal tenggelam di Selat Bali yang di catat Siagakota.net adalah pada 10 Oktober 1985. Saat itu, kapal PLM Labalikan memuat 153 ton bahan pokok dan muatan umum bergerak dari Dermaga Kalimas Tanjung Perak, Surabaya, menuju Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Perjalanan yang seharusnya ditempuh lima hari tersebut terhenti pada hari kedua. Saat itu, kapal buatan tahun 1982 tersebut diterjang angin dan ombak besar. Dalam kejadian itu, 13 awak kapal diselamatkan kapal lain yang melintas, sedangkan 12 awak lainnya hilang.
Kasus kecelakaan di Selat Bali berikutnya adalah tenggelamnya feri LCT Kaltim Mas II pada 1994. Puluhan awak dan penumpangnya tewas. Kecelakaan ini terjadi karena arus kuat, lalu kapal dihantam ombak tinggi 3-4 meter. Hal itu menyebabkan kapal terbalik.
Pada era kekinian, kasus kapal tenggelam di Selat Bali juga cukup banyak. Tahun 2016, KMP Rafelia 2 tenggelam di Selat Bali. Kecelakaan ini diduga karena kapal kelebihan muatan.
Pada 2021, KMP Yunicee tenggelam setelah terseret arus laut dan dihantam ombak setinggi 3-5 meter. Menjelang sandar di Pelabuhan Gilimanuk, KMP Yunicee terseret arus laut dan gelombang tinggi ke arah selatan.
Jarak penyeberangan Ketapang-Gilimanuk memang hanya sekitar 5 mil, dengan kedalaman laut rata-rata 50 meter. Dalam perjalanan normal dengan feri hanya butuh 30 menit. Namun, meski demikian kondisi Selat Bali cukup berbahaya.
”Kondisi perairan di Selat Bali cukup unik. Arusnya kencang sekali. Di pinggir Pelabuhan Ketapang, arus bisa mengarah dengan cepat ke utara-selatan. Di tengah dan di sisi Gilimanuk pun demikian. Kasus KMP Yunicee dahulu juga demikian. Baru terbawa arus beberapa menit saja, kapal sudah bergeser sangat jauh ke selatan,” kata Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono, Kamis (3/7/2025).
Kondisi Selat Bali itu, menurut Soerjanto, sangat dipengaruhi pasang surut Samudra Hindia dan Laut Jawa. Saat pasang surut, arus lautnya akan sangat kencang.(klikDK1)