
Sidoarjo, Siagakota.net – Kepolisian Daerah Jawa Timur meminta masyarakat untuk tidak merusak maupun mengganggu tempat kejadian perkara (TKP) ambruknya musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Imbauan ini disampaikan agar proses identifikasi korban dapat berjalan cepat, tepat, dan sesuai prosedur.

Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi M. Khusnan, menegaskan bahwa proses identifikasi korban meninggal harus dilakukan secara teliti.
“Berikan kesempatan kepada kami. Ini korban yang sudah meninggal, bukan korban hidup. Jangan sampai ada barang yang dipindahkan atau dipisahkan dari tempatnya,” ujarnya, Jumat (3/10/25).
Khusnan menjelaskan, setiap jenazah maupun barang bukti di lokasi akan difoto, diberi label, lalu dimasukkan ke kantong khusus. Proses tersebut merupakan tahap awal identifikasi sesuai standar internasional Disaster Victim Identification (DVI), sehingga tidak boleh terganggu. Karena itu, masyarakat diminta tidak berkerumun atau mendekat ke area reruntuhan.
“Kalau warga berbondong-bondong datang ke lokasi, TKP bisa rusak. Kebiasaan seperti itu justru menyulitkan proses identifikasi,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa hanya petugas berwenang yang boleh masuk ke area ambruknya bangunan. Garis polisi sudah dipasang untuk membatasi akses sekaligus menjaga keaslian bukti.
“Siapa pun yang tidak berkepentingan tidak boleh melintas ke area itu. Aturannya sudah jelas, dan garis polisi dipasang untuk mengamankan TKP,” tegas Khusnan.
Dalam tragedi ambruknya musala Ponpes Al Khoziny ini, puluhan santri menjadi korban. Tim DVI Polri bersama dokter forensik dan sejumlah tenaga ahli lintas instansi melakukan identifikasi jenazah di RS Bhayangkara Surabaya.
Hingga Jumat pukul 13.56 WIB, sembilan korban meninggal telah tercatat. Lima di antaranya sudah diserahkan kepada keluarga, sedangkan empat lainnya masih menunggu proses identifikasi.(klik3)