
Surabaya, Siagakota.net– Stasiun Surabaya Gubeng memang memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, khususnya pada pertempuran 17 November 1945 di Surabaya. Pertempuran itu dikenal sebagai salah satu pertempuran besar yang terjadi antara pejuang Indonesia dan pasukan Sekutu pasca proklamasi kemerdekaan.
Keberadaan Stasiun Surabaya Gubeng yang menjadi saksi bisu peristiwa tersebut membuatnya memiliki nilai sejarah yang mendalam.
Komunitas pegiat sejarah Jawa Timur yang tergabung dalam komunitas Begandring Soerabaia, Soerabia Combine Reenactor, Sepanjang Heritage, Mojokerto Reenactor menggelar teatrikal di lapangan Museum 10 November Tugu Pahlawan Surabaya, yang bertujuan memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk merasakan kembali perjuangan yang terjadi di kota ini melalui pemaparan visual yang menggugah.
Dengan latar belakang Tugu Pahlawan yang menjadi simbol perjuangan masyarakat Surabaya, pementasan ini menghadirkan adegan heroik penuh emosi. Menggambarkan bagaimana pejuang Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Teatrikal semacam itu menjadi salah satu cara yang efektif untuk mengenang dan menghormati sejarah yang terjadi di Surabaya, serta memberi pemahaman lebih dalam mengenai perjuangan bangsa Indonesia.
Ribuan warga memadati kawasan Museum 10 November Tugu Pahlawan Surabaya pada minggu (16/02/25), untuk menyaksikan pertunjukan teatrikal perjuangan bertajuk Kereta Api Terakhir.
Drama teatrikal ini mengangkat kisah evakuasi para pejuang korban pertempuran dari Rumah Sakit Simpang ke Stasiun Gubeng. Selanjutnya menuju daerah aman.

Achmad Zaki Yamani selaku ketua Begandring Soerabaia di kesempatan yang sama mengatakan, Kegiatan kita pada pagi ini adalah untuk menghormati jasa besar Jawatan Kereta Api dan Tenaga Kesehatan yang melakukan evakuasi total 3.000 korban pertempuran Surabaya dari Rumah Sakit Simpang ke Stasiun Gubeng untuk selanjutnya menuju ke daerah aman.
“Evakuasi dilakukan selama tiga malam berturut-turut, mulai pukul 19.00 sampai 02.00 pagi, sejak tanggal 17 hingga 20 November 1945, ditengah bayang-bayang tembakan mortir dan meriam Inggris serta dalam keadaan gelap gulita evakuasi dilakukan”,Ujarnya.
Achmad Zaki Yamani menambahkan, Alhamdulillah dalam pementasan pada hari ini tidak ada kesulitan, kita latihan cuma tiga jam di hari Jumat 14 februari 2025 malam, imbuhnya.
Achmad Zaki Yamani juga berpesan, dalam pertempuran yang sangat besar ada sisi kemanusiaan yang harus kita tonjolkan, dan mengambil satu caption buku kesehatan sejarah nasional Indonesia bahwaperang tidak memerlukan bintang tapi tenaga kesehatan yang menjadi bintangnya, tutupnya.

Ditempat yang sama, Riyanto selaku ketua komunitas Pegiat Sejarah Soerabaia Combine Reenactor menanbahkan, dalam menyiapkan pertunjukan ini kuncinya ada kekompakan yang di lakukan oleh para pemain, dan untuk dari segi materi atau alur cerita berdasarkan dari riset dari berbagai narasumber, ujarnya.

Salah satu penonton, Chandra Pendowo Limo dari Semolowaru, mengaku antusias dan terharu dengan adegan-adegan yang ditampilkan. “Saya bisa merasakan bagaimana beratnya perjuangan mereka saat itu. Pertunjukan ini sangat menyentuh dan menginspirasi,” ujarnya.(Klik4)