
Sidoarjo, Siagakota.net – Proses evakuasi reruntuhan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jumat (3/10/2025) sore, sempat diwarnai ketegangan. Insiden terjadi antara keluarga korban dengan aparat TNI/Polri serta pihak ponpes.
Keributan berawal saat puluhan keluarga korban mendatangi Posko Gabungan. Mereka mendesak agar diizinkan terlibat dalam evakuasi, lantaran merasa penggunaan alat berat yang sudah berjalan lima hari belum membuahkan hasil memadai.
“Sudah lima hari kami menunggu, tapi tidak ada kepastian. Masa kami hanya disuruh menunggu di posko,” ujar salah satu keluarga korban.
Kekecewaan itu membuat keluarga korban berinisiatif menuju area reruntuhan sekitar pukul 16.20 WIB. Namun setibanya di depan garis polisi, langkah mereka dihadang aparat gabungan yang mengingatkan bahaya kondisi bangunan. Perdebatan pun tak terelakkan dan berlangsung hampir 20 menit.
“Adik saya ada di dalam sana, sudah lima hari,” teriak salah satu keluarga korban.Petugas mencoba menenangkan dengan penjelasan soal risiko keselamatan. Akhirnya hanya dua orang perwakilan keluarga yang diperbolehkan masuk untuk melihat kondisi reruntuhan, sementara lainnya tetap menunggu di luar.
Usai dua orang itu kembali, keluarga korban masih menyampaikan keluhan mengenai lambannya evakuasi. Sekitar pukul 17.00 WIB, mereka akhirnya membubarkan diri dan kembali ke posko.
Di sisi lain, Kasubdit Pengerahan dan Pengendalian Operasi Basarnas, Emi Frizer, menjelaskan bahwa penggunaan crane dalam evakuasi memang membutuhkan waktu karena harus ekstra hati-hati. Menurutnya, konstruksi bangunan yang runtuh masih terhubung dengan bangunan di sisi selatan.
“Kalau alat berat digunakan sembarangan, risikonya bisa menimbulkan secondary collapse atau runtuhan susulan. Tulangan besi bangunan ini saling terkoneksi, bukan hanya ke bangunan utama tetapi juga ke bangunan lain di sebelah selatan,” terang Frizer.(klik3)